Belajar dari Pengelolaan Sampah di Jepang Yang wajib Kita Ketahui
inti Fundamental dari materi X, bila setiap masyarakat negeri wajib mempunyai kepahaman seputar pembahasan ekonomi, hal ini dikarenakan dengan kemajuan ekonomi di rumahtangga, masyarakat dan negara itu sendiri, maka belajar ekonomi memang wajib di galakkan sejak dini, sejak masih mengenal bangku pendidikan. wajib dicatat bahwa gaji lulusan ekonomi termasuk yang tertinggi dari disiplin apapun. Penelitian yang berbeda cenderung menemukan nilai gaji lulusan ekonomi cukup dibayar dengan bagus. Kemampuan ilmu ekonomi misalnya pengambilan keputusan: Apa yang wajib dilakukan bisnis untuk menaikkan margin keuntungan.
Belajar dari Pengelolaan Sampah di Jepang
Persoalan sampah merupakan problem yang terjadi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, kemajuan pembangunan ekonomi, serta perkembangan industri. Setiap wilayah disudut bumi menghadapi masalah sampah; namun demikian tidak sedikit pemerintah suatu negara menjalankan tindakan serius terhadap hal tersebut, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan. Kali ini kita akan belajar mengenai pengelolaan sampah (waste management) dari negara Jepang.
Pengelolaan sampah dibedakan menjadi dua kelompok, yakni sampah industri dan sampah rumah tangga.
Pengelolaan sampah industri menjadi tanggung-jawab pihak terkait di sektor tersebut, bagus melalui mekanisme pembakaran, pemurnian, atau ekstraksi sampah menjadi energi. Sementara pengelolaan sampah rumahtangga menjadi tanggung-jawab pemerintah setempat.
Ada beberapa faktor yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sampah di Jepang. Pertama, kesadaran individu mengenai sampah dan dampaknya di lingkungan. Kesadaran ini muncul dari hal sederhana, misalnya saat berbelanja di supermarket, hampir setiap orang membawa tas sendiri untuk memuat barang belanjaan, sehingga mengurangi konsumsi kantong plastik dan potensi meningkatnya sampah plastik.
Kedua, budaya untuk memelihara kebersihan lingkungan. Jarang sekali dijumpai penduduk setempat membuang sampah sembarangan, entah di sungai, parit, ataupun pojok bangunan. Fasilitas publik seperti kereta api, stasiun, terminal, dan taman kota terlihat bersih dari sampah di setiap sudutnya. Menurut Sudut Pandang masyarakat setempat, membuang sampah sembarangan merupakan hal yang memalukan. Budaya malu ini dikenal dengan istilah ‘haji no bunka’.
Yang tidak kalah penting merupakan peran pemerintah sebagai pengambil kebijakan publik. Kementerian Lingkungan (Ministry of the Environment) mempunyai Anggaran ketat mengenai pengelolaan sampah, bagus sampah makanan, sampah rumahtangga, material konstruksi, dan sebagainya.
Lebih lanjut, pengelolaan sampah di Jepang mendapatkan perkembangan yang signifikan. Seusai perang dunia ke-2, metode pengelolaan sampah merupakan dengan pengangkutan sampah-sampah rumahtangga oleh petugas memakai gerobak menuju tempat pembuangan akhir untuk dibakar. sangat sering pengambilan sampah tersebut tidak terjadwal dengan bagus, sehingga sampah menumpuk di rumah-rumah. Disamping itu, tidak jarang pemilik rumah membuang sampah di sungai atau pinggir jalan.
di perkembangannya, Jepang menjadi salah satu negara yang mempunyai fasilitas pengelolaan sampah terbaik di dunia. di 2009 aja, negara ini telah mempunyai 1243 fasilitas pengelolaan (pembakaran) sampah yang tersebar diseluruh area. Fasilitas-fasilitas tersebut memakai metode beragam dalam pengelolaan sampah, mulai dari pembakaran dengan api, penyemprotan dengan gas, dan lain-lain (Ministry of the Environment, Solid Waste Management in addition to also Recycling Technology of Japan: Toward Sustainable Society, Japan Environmental Sanitation Center, 2012).
Lebih lanjut, pemerintah Jepang menerapkan prinsip 3R dalam menanggulangi persoalan sampah, yakni Reduce, Reuse, Recycle. Prinsip reduce merupakan upaya untuk mengurangi konsumsi produk-produk yang suatu saat akan menjadi sampah. Perilaku belanja di supermarket seperti disebutkan diatas merupakan salah satu contoh prinsip ini.
Reuse berarti memanfaatkan kembali barang-barang yang masih Bisa dipakai. Ada filosofi yang dianut oleh masyarakat Jepang, yakni ‘mottainai’, yang kurang-lebih artinya praktik menghargai dan memakai semua barang yang masih Bisa digunakan.
Selain itu terdapat banyak tempat penjualan barang bekas (second-hand market) atau flea market, bagus di lapangan atau gedung serbaguna, sebagai upaya mendukung gerakan pemanfaatan barang bekas yang masih Bisa dipakai. Program ini biasanya dilakukan oleh komunitas masyarakat dengan ijin dari pemerintah setempat.
Pemerintah juga menggalakkan sistem recycle atau pengolahan kembali sampah jenis tertentu, seperti botol plastik, kaleng minuman, dan kertas pembungkus. Selain itu, membuang sampah produk tertentu akan dikenakan biaya yang relatif mahal, misalnya ban mobil, lemari es, televisi, sepeda, dan sebagainya. Melalui berbagai tindakan tersebut, pemerintah Jepang bersama dengan masyarakat berupaya mengelola dan mengatasi persoalan sampah dengan bagus.
Sebagai Epilog, kebijakan dan implementasi yang dilakukan dengan cara serius oleh pemerintah, dengan ditunjang oleh kesadaran masyarakat akan dampak persoalan sampah akan mampu menjawab masalah pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah dibedakan menjadi dua kelompok, yakni sampah industri dan sampah rumah tangga.
Pengelolaan sampah industri menjadi tanggung-jawab pihak terkait di sektor tersebut, bagus melalui mekanisme pembakaran, pemurnian, atau ekstraksi sampah menjadi energi. Sementara pengelolaan sampah rumahtangga menjadi tanggung-jawab pemerintah setempat.
Ada beberapa faktor yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sampah di Jepang. Pertama, kesadaran individu mengenai sampah dan dampaknya di lingkungan. Kesadaran ini muncul dari hal sederhana, misalnya saat berbelanja di supermarket, hampir setiap orang membawa tas sendiri untuk memuat barang belanjaan, sehingga mengurangi konsumsi kantong plastik dan potensi meningkatnya sampah plastik.
Kedua, budaya untuk memelihara kebersihan lingkungan. Jarang sekali dijumpai penduduk setempat membuang sampah sembarangan, entah di sungai, parit, ataupun pojok bangunan. Fasilitas publik seperti kereta api, stasiun, terminal, dan taman kota terlihat bersih dari sampah di setiap sudutnya. Menurut Sudut Pandang masyarakat setempat, membuang sampah sembarangan merupakan hal yang memalukan. Budaya malu ini dikenal dengan istilah ‘haji no bunka’.
Yang tidak kalah penting merupakan peran pemerintah sebagai pengambil kebijakan publik. Kementerian Lingkungan (Ministry of the Environment) mempunyai Anggaran ketat mengenai pengelolaan sampah, bagus sampah makanan, sampah rumahtangga, material konstruksi, dan sebagainya.
Lebih lanjut, pengelolaan sampah di Jepang mendapatkan perkembangan yang signifikan. Seusai perang dunia ke-2, metode pengelolaan sampah merupakan dengan pengangkutan sampah-sampah rumahtangga oleh petugas memakai gerobak menuju tempat pembuangan akhir untuk dibakar. sangat sering pengambilan sampah tersebut tidak terjadwal dengan bagus, sehingga sampah menumpuk di rumah-rumah. Disamping itu, tidak jarang pemilik rumah membuang sampah di sungai atau pinggir jalan.
di perkembangannya, Jepang menjadi salah satu negara yang mempunyai fasilitas pengelolaan sampah terbaik di dunia. di 2009 aja, negara ini telah mempunyai 1243 fasilitas pengelolaan (pembakaran) sampah yang tersebar diseluruh area. Fasilitas-fasilitas tersebut memakai metode beragam dalam pengelolaan sampah, mulai dari pembakaran dengan api, penyemprotan dengan gas, dan lain-lain (Ministry of the Environment, Solid Waste Management in addition to also Recycling Technology of Japan: Toward Sustainable Society, Japan Environmental Sanitation Center, 2012).
Lebih lanjut, pemerintah Jepang menerapkan prinsip 3R dalam menanggulangi persoalan sampah, yakni Reduce, Reuse, Recycle. Prinsip reduce merupakan upaya untuk mengurangi konsumsi produk-produk yang suatu saat akan menjadi sampah. Perilaku belanja di supermarket seperti disebutkan diatas merupakan salah satu contoh prinsip ini.
Reuse berarti memanfaatkan kembali barang-barang yang masih Bisa dipakai. Ada filosofi yang dianut oleh masyarakat Jepang, yakni ‘mottainai’, yang kurang-lebih artinya praktik menghargai dan memakai semua barang yang masih Bisa digunakan.
Selain itu terdapat banyak tempat penjualan barang bekas (second-hand market) atau flea market, bagus di lapangan atau gedung serbaguna, sebagai upaya mendukung gerakan pemanfaatan barang bekas yang masih Bisa dipakai. Program ini biasanya dilakukan oleh komunitas masyarakat dengan ijin dari pemerintah setempat.
Pemerintah juga menggalakkan sistem recycle atau pengolahan kembali sampah jenis tertentu, seperti botol plastik, kaleng minuman, dan kertas pembungkus. Selain itu, membuang sampah produk tertentu akan dikenakan biaya yang relatif mahal, misalnya ban mobil, lemari es, televisi, sepeda, dan sebagainya. Melalui berbagai tindakan tersebut, pemerintah Jepang bersama dengan masyarakat berupaya mengelola dan mengatasi persoalan sampah dengan bagus.
Sebagai Epilog, kebijakan dan implementasi yang dilakukan dengan cara serius oleh pemerintah, dengan ditunjang oleh kesadaran masyarakat akan dampak persoalan sampah akan mampu menjawab masalah pengelolaan sampah.
Subscribe Our Newsletter
Belum ada Komentar untuk "Belajar dari Pengelolaan Sampah di Jepang Yang wajib Kita Ketahui"
Posting Komentar