saat Sistem Perekonomian Tertutup Menjadi Pilihan: tinjauan ekonomi Korea Utara Yang wajib Kita Ketahui
Pengetahuan mendasar dari materi saat Sistem Perekonomian Tertutup Menjadi Pilihan: tinjauan ekonomi Korea Utara, bahwa setiap warga negeri wajib mempunyai kepahaman seputar pembahasan ekonomi, hal ini dikarenakan dengan kemajuan ekonomi di rumahtangga, masyarakat dan negara itu sendiri, maka belajar ekonomi memang wajib di galakkan sejak dini, sejak masih mengenal bangku pendidikan. Misalnya, karir paling populer yang Bisa dikejar kebanyakan dengan gelar ekonomi. Penelitian yang berbeda cenderung menemukan nilai gaji lulusan ekonomi cukup dibayar dengan bagus. Ini mengajarkan kita bagaimana Tutorial membuat pilihan, yang sangat penting dalam bisnis.
saat Sistem Perekonomian Tertutup Menjadi Pilihan: tinjauan ekonomi Korea Utara
Membatasi kerjasama perdagangan internasioanal, antipati terhadap investasi asing, dan terlalu curiga terhadap sistem perekonomian yang bersifat terbuka, membawa konsekuensi terasing'nya perekonomian domestik suatu negara. Artikel ini akan menguraikan kondisi salah satu negara yang menganut sistem perekonomian yang cenderung tertutup, yakni the Democratic People’s Republic of Korea atau lebih dikenal dengan istilah North Korea alias Korea Utara.
Sebelumnya kita akan melihat data the entire world Bank mengenai negara ini. Bank Dunia mengkategorikan Korea Utara dalam kelompok low-income country (Sebab keterbatasan data yang dimiliki, institusi ini tidak menyebutkan besaran angka). Selain itu, populasi penduduk Korea Utara di 2014 diperkirakan sebanyak 25.03 juta jiwa (www.data.worldbank.org).
Sementara berdasarkan laporan yang dirilis oleh the Bank of Korea/BoK (bank sentral Korea Selatan), rata-rata GDP Korea Utara periode 2010-2014 berada dikisaran 0.74%. Adapun GDP di 2014 sebesar 1.0%, turun 0.1% dari tahun sebelumnya.
Masih menurut BoK, total populasi Korea Utara di 2014 sebanyak 24.66 juta jiwa. Di tahun yang sama, negara tersebut mencatatkan angka ekspor sebesar US$ 3.16 milliar dan impor sebanyak US$ 4.45 milliar, sehingga terjadi defisit neraca perdagangan sebanyak US$ 1.29 milliar.(The Bank of Korea, Gross Domestic Product Estimates for North Korea in 2014, Press Discharge, July 17, 2017).
Untuk diketahui bahwa data perekonomian Korea Utara jarang dipublikasikan, dengan Perkataan lain data yang tersaji diatas merupakan angka Estimasi. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menghambat upaya mengetahui kondisi riil perekonomian Korea.
Perekonomian Korea Utara mulai tumbuh seusai berkecamuknya perang Korea (Korean War) di rentang waktu 1950-1953 yang menelan korban lebih dari lima juta jiwa. di saat itu diyakini bahwa Korea Utara telah mampu membangun perekonomian domestik, terutama sektor industri berskala besar.
di era 1960’an hingga menjelang 1980’an, perekonomian Korea Utara sangat bergantung di industri-industri berat seperti bahan kimia, logam, serta peralatan mesin (traktor, truk, generator). Diperkirakan di dekade tersebut industrialisasi di Korea Utara jauh lebih maju daripada Korea Selatan.
Sebagai negara yang menganut sosialisme, di masa itu Korea Utara mendapatkan banyak dukungan dari Uni Soviet dan China. Akan akan tetapi, tidak seperti China dan Uni Soviet (sekarang Rusia) yang dalam perkembangannya setelah itu lebih condong kearah pasar ekonomi terbuka, Korea Utara tetap bertahan dengan paham yang dianut.
wajib dicatat bahwa dengan industri-industri yang ada, Korea Utara sebenarnya mempunyai pasar yang sangat potensial, namun terlalu lekatnya campur tangan pemerintah setempat ditambah tidak konsisten'nya kebijakan yang dibuat, membuat perekonomian dalam negeri dengan cara pelan menemui kemunduran.
Referensi berikut menyajikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kondisi perekonomian Korea Utara, Troubled Transition: North Korea's Politics, Economy, as well as External Relations, by Sang-Hun Choe (ed), Gi-Wook Shin (ed), as well as David Straub (ed), 2013.
Lebih lanjut, semenjak memasuki era 1980’an, Korea Utara menemui kesulitan ekonomi seiring semakin terbatasnya bahan baku produksi dan ketersediaan sumberdaya. Bisa dikatakan bahwa di dasawarsa tersebut, perekonomian Korea Utara berada di kondisi stagnan/mandeg.
Situasi menjadi semakin parah tatkala memasuki era 1990’an. Selain mitra utama perdagangan, yakni China dan Uni Soviet mengurangi volume perdagangan dengan Korea Utara, Bala alam melanda beberapa wilayah negara tersebut.
Bala pertama yaitu kelaparan (famine) yang mengakibatkan kematian antara 0 ribu hingga satu juta jiwa. Sebagai respon atas Bala tersebut, pemerintah Korea Utara mempromosikan slogan 'Let's eat two meals a day!', atau 'Mari menyantap makanan dua kali sehari!', dengan tujuan mengurangi total konsumsi pangan dengan cara nasional (Noland, M, Famine as well as Reform in North Korea, the Institute for International Economics, 2003).
Belum selesai dengan Bala kelaparan, di pertengahan 1995 Korea Utara menemui Bala banjir dahsyat, yang mengakibatkan lebih dari 5 juta orang kehilangan tempat tinggal, rusaknya Tanah pertanian hingga mencapai 330 ribu hektar, serta musnahnya hasil produksi gandum yang terbawa banjir sebanyak 1.9 juta ton. Kerugian total karena Bala ini diperkirakan mencapai angka US$ 15 milliar.
Diluar persoalan ekonomi, Korea Utara juga menanggung kecaman dunia internasional atas ujicoba nuklir yang dilakukan negara tersebut. Selain itu, Korea Utara juga terkena sanksi embargo ekonomi atas kebijakannya itu (www.cnn.com, U.N. Security Council approves tough sanctions on North Korea, March 03, 2018).
Mengenai kesepakatan dalam perjanjian non-ploriferasi senjata nuklir, hingga dengan saat ini masih menjadi perdebatan dalam agenda the Six-Party Talks (www.cfr.org, The Six-Party Talks on North Korea's Nuclear Program, September 30, 2013).
Ada beberapa poin yang wajib dicatat dari kondisi perekonomian Korea Utara.
Artikel Ekonomi :
Mencermati Krisis Ekonomi Yunani
Memahami Kasus Hiperinflasi di Perekonomian Modern
Perekonomian Korea Selatan: antara data dan realita
Mencermati Perkembangan Kekuatan Ekonomi China
Sebelumnya kita akan melihat data the entire world Bank mengenai negara ini. Bank Dunia mengkategorikan Korea Utara dalam kelompok low-income country (Sebab keterbatasan data yang dimiliki, institusi ini tidak menyebutkan besaran angka). Selain itu, populasi penduduk Korea Utara di 2014 diperkirakan sebanyak 25.03 juta jiwa (www.data.worldbank.org).
Sementara berdasarkan laporan yang dirilis oleh the Bank of Korea/BoK (bank sentral Korea Selatan), rata-rata GDP Korea Utara periode 2010-2014 berada dikisaran 0.74%. Adapun GDP di 2014 sebesar 1.0%, turun 0.1% dari tahun sebelumnya.
Masih menurut BoK, total populasi Korea Utara di 2014 sebanyak 24.66 juta jiwa. Di tahun yang sama, negara tersebut mencatatkan angka ekspor sebesar US$ 3.16 milliar dan impor sebanyak US$ 4.45 milliar, sehingga terjadi defisit neraca perdagangan sebanyak US$ 1.29 milliar.(The Bank of Korea, Gross Domestic Product Estimates for North Korea in 2014, Press Discharge, July 17, 2017).
Untuk diketahui bahwa data perekonomian Korea Utara jarang dipublikasikan, dengan Perkataan lain data yang tersaji diatas merupakan angka Estimasi. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menghambat upaya mengetahui kondisi riil perekonomian Korea.
Perekonomian Korea Utara mulai tumbuh seusai berkecamuknya perang Korea (Korean War) di rentang waktu 1950-1953 yang menelan korban lebih dari lima juta jiwa. di saat itu diyakini bahwa Korea Utara telah mampu membangun perekonomian domestik, terutama sektor industri berskala besar.
di era 1960’an hingga menjelang 1980’an, perekonomian Korea Utara sangat bergantung di industri-industri berat seperti bahan kimia, logam, serta peralatan mesin (traktor, truk, generator). Diperkirakan di dekade tersebut industrialisasi di Korea Utara jauh lebih maju daripada Korea Selatan.
Sebagai negara yang menganut sosialisme, di masa itu Korea Utara mendapatkan banyak dukungan dari Uni Soviet dan China. Akan akan tetapi, tidak seperti China dan Uni Soviet (sekarang Rusia) yang dalam perkembangannya setelah itu lebih condong kearah pasar ekonomi terbuka, Korea Utara tetap bertahan dengan paham yang dianut.
wajib dicatat bahwa dengan industri-industri yang ada, Korea Utara sebenarnya mempunyai pasar yang sangat potensial, namun terlalu lekatnya campur tangan pemerintah setempat ditambah tidak konsisten'nya kebijakan yang dibuat, membuat perekonomian dalam negeri dengan cara pelan menemui kemunduran.
Referensi berikut menyajikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kondisi perekonomian Korea Utara, Troubled Transition: North Korea's Politics, Economy, as well as External Relations, by Sang-Hun Choe (ed), Gi-Wook Shin (ed), as well as David Straub (ed), 2013.
Lebih lanjut, semenjak memasuki era 1980’an, Korea Utara menemui kesulitan ekonomi seiring semakin terbatasnya bahan baku produksi dan ketersediaan sumberdaya. Bisa dikatakan bahwa di dasawarsa tersebut, perekonomian Korea Utara berada di kondisi stagnan/mandeg.
Situasi menjadi semakin parah tatkala memasuki era 1990’an. Selain mitra utama perdagangan, yakni China dan Uni Soviet mengurangi volume perdagangan dengan Korea Utara, Bala alam melanda beberapa wilayah negara tersebut.
Bala pertama yaitu kelaparan (famine) yang mengakibatkan kematian antara 0 ribu hingga satu juta jiwa. Sebagai respon atas Bala tersebut, pemerintah Korea Utara mempromosikan slogan 'Let's eat two meals a day!', atau 'Mari menyantap makanan dua kali sehari!', dengan tujuan mengurangi total konsumsi pangan dengan cara nasional (Noland, M, Famine as well as Reform in North Korea, the Institute for International Economics, 2003).
Belum selesai dengan Bala kelaparan, di pertengahan 1995 Korea Utara menemui Bala banjir dahsyat, yang mengakibatkan lebih dari 5 juta orang kehilangan tempat tinggal, rusaknya Tanah pertanian hingga mencapai 330 ribu hektar, serta musnahnya hasil produksi gandum yang terbawa banjir sebanyak 1.9 juta ton. Kerugian total karena Bala ini diperkirakan mencapai angka US$ 15 milliar.
Diluar persoalan ekonomi, Korea Utara juga menanggung kecaman dunia internasional atas ujicoba nuklir yang dilakukan negara tersebut. Selain itu, Korea Utara juga terkena sanksi embargo ekonomi atas kebijakannya itu (www.cnn.com, U.N. Security Council approves tough sanctions on North Korea, March 03, 2018).
Mengenai kesepakatan dalam perjanjian non-ploriferasi senjata nuklir, hingga dengan saat ini masih menjadi perdebatan dalam agenda the Six-Party Talks (www.cfr.org, The Six-Party Talks on North Korea's Nuclear Program, September 30, 2013).
Ada beberapa poin yang wajib dicatat dari kondisi perekonomian Korea Utara.
- Korea Utara sesungguhnya sangat kaya akan sumberdaya mineral yang Bisa dimanfaatkan sebagai komoditas ekspor. Disamping itu, dibukanya peluang investasi asing melalui foreign direct investment akan membagikan dampak signifikan di pendapatan nasional.
- Dalam menghadapi krisis pangan, pemerintah Korea Utara memaksimalkan Tanah dengan Tutorial penanaman dengan cara terus-menerus, akibatnya Tanah-Tanah yang ada cenderung menemui degradasi/penurunan tingkat kesuburan.
- Korea Utara sangat membatasi diri dalam perdagangan internasional. Tercatat hanya China, Rusia, dan Jepang, yang menjadi mitra utama. Terlebih di perkembangannya, China dan Rusia telah meninggalkan rezim ekonomi tertutup dan mulai mengadopsi sistem perekonomian modern.
- Keengganan pemerintah Korea Utara menaati perjanjian non-ploriferasi senjata nuklir mengakibatkan negara ini semakin terisolasi dari dunia modern.
Artikel Ekonomi :
Mencermati Krisis Ekonomi Yunani
Memahami Kasus Hiperinflasi di Perekonomian Modern
Perekonomian Korea Selatan: antara data dan realita
Mencermati Perkembangan Kekuatan Ekonomi China
Subscribe Our Newsletter
Belum ada Komentar untuk "saat Sistem Perekonomian Tertutup Menjadi Pilihan: tinjauan ekonomi Korea Utara Yang wajib Kita Ketahui"
Posting Komentar