Mengenal Disaster Management, Melihat Tips Jepang Menangani Bencana Alam Yang wajib Kita Baca
Hal mendasar dari materi Mengenal Disaster Management, Melihat Tips Jepang Menangani Bala Alam, bahwa setiap warga negeri wajib mempunyai kepahaman seputar pembahasan ekonomi, hal ini erat kaitannya dengan perkembangan ekonomi di rumahtangga, masyarakat dan negara itu sendiri, maka belajar ekonomi memang wajib di galakkan sejak dini, sejak masih mengenal bangku pendidikan. wajib dicatat bahwa gaji lulusan ekonomi termasuk yang tertinggi dari disiplin apapun. Ekonomi mengajarkan bagaimana membuat keputusan yang tepat. Kemampuan ilmu ekonomi misalnya pengambilan keputusan: apa yang wajib dilakukan pemerintah untuk mengurangi defisit anggaran
Mengenal Disaster Management, Melihat Tips Jepang Menangani Bala Alam
dengan cara geografis, negara Jepang berada dalam posisi yang rentan terhadap Bala alam, hal ini mengklasifikasikannya kedalam salah satu negara dengan kejadian Bala paling sering terjadi di dunia. Menurut catatan, Jepang sering menemui gempa bumi dengan kekuatan rata-rata diatas 6 di skala richter. Selain gempa, Bala alam yang sering terjadi di Jepang merupakan tsunami, badai topan, erupsi gunung berapi, banjir, serta tanah longsor.
Namun demikian, Jepang terkenal mempunyai manajemen tanggap Bala (disaster management) yang sangat efektif, sehingga selalu cepat dalam menangani korban Bala, mengurangi dampak Bala, serta menjalankan recovery pasca Bala. Oleh karenanya, di artikel ini kita akan mempelajari bagaimana Jepang menerapkan pola disaster management dalam penanggulangan Bala alam. Sebagai rujukan, kita akan melihat kejadian Bala gempa bumi dan tsunami yang melanda beberapa kawasan di Jepang di 11 Maret 2011.
wajib dipahami bahwa disaster management merupakan suatu penataan dan pengelolaan sumberdaya serta tanggungjawab dalam penanganan hal-hal terkait aspek keselamatan manusia, bagus dalam fase kesiagaan, respon, ataupun pemulihan kembali atas kejadian Bala, dengan tujuan untuk meminimalisir dampak negatif yang diakibatkan oleh Bala tersebut (www.ifrc.org).
Konsep-konsep penting dalam disaster management Bisa juga didapatkan dalam Introduction to International Disaster Management, by Damon P. Coppola, 2011.
di 11 Maret 2011 lalu, terjadi Bala alam gempa bumi dengan kekuatan hingga sembilan di skala richter yang disusul dengan gelombang tsunami di kawasan timur Bahari Jepang. Bala ini tercatat menjadi salah satu Bala alam terdahsyat sepanjang sejarah Jepang. Tidak hanya skala Bala aja yang tergolong besar, namun dampak Bala tersebut juga Bisa dikatakan mencengangkan. Tercatat lebih dari 15,000 jiwa menjadi korban Bala alam tersebut, belum termasuk mereka yang hilang disapu gelombang tsunami, serta ratusan bangunan yang luluh lantak rata dengan tanah.
Lebih jauh, gempa bumi yang terjadi di tengah hari tersebut menimbulkan gelombang tsunami yang mencapai ketinggian hingga 40 meter diatas permukaan Bahari. Namun bukan hanya ketinggian gelombang itu yang mengejutkan, melainkan juga jarak gelombang tsunami yang mampu menyapu daratan hingga lebih dari 10 kilometer dari bibir pantai.
Menurut laporan the United Nations Environmental Programme (UNEP), ada tiga perfektur (wilayah setingkat propinsi) yang terkena dampak paling parah, bagus dari jumlah korban meninggal dan hilang, ataupun bangunan yang hancur, yakni Perfektur Miyagi, Fukushima, dan Iwate. Ketiga area tersebut berada dititik terdekat dengan pusat gempa di Samudera Pasifik.
Selain itu, Bala tersebut bukan hanya menyisakan penderitaan dari sisi fisik, ekonomi, ataupun psikis, namun juga membawa dampak buruk karena kebocoran radiasi zat berbahaya (hazardous material) dari instalasi nuklir yang berada di Perfektur Fukushima. Mengingat bahwa dampak radiasi nuklir Bisa berlangsung dari generasi ke generasi, maka pemerintah setempat memastikan pengosongan wilayah hingga radius 20 kilometer dari pembangkit tenaga nuklir tersebut (The United Nations Environmental Programme, Managing post-disaster debris: the Japan experience, June 2012).
Akan akan tetapi, ada satu hal lagi yang tidak kalah mencengangkan dunia dari peristiwa Bala tersebut, yakni respon luar biasa dari pemerintah Jepang bersama-sama dengan elemen masyarakat dalam menangani situasi pasca Bala, menjalankan recovery atas wilayah terdampak Bala, serta mengatasi masalah kesehatan dan kehidupan para korban yang selamat.
Masih menurut UNEP, dalam menghadapi Bala yang terjadi, pemerintah Jepang telah mempersiapkan beberapa langkah penting, yakni:
Selanjutnya, menurut laporan the Japanese Red Cross Society, dalam merespon Bala gempa bumi dan tsunami, pemerintah Jepang menerapkan kebijakan yang disebut dengan Basic Policy on Reconstruction, yakni dengan menyediakan dana untuk rekonstruksi pasca Bala hingga dengan periode sepuluh tahun sejak kejadian, sebesar lebih dari ¥ 23 trilliun (setara Rp 2,300 trilliun, dengan asumsi ¥ 1 = Rp 100,-).
Disamping itu, pemerintah di tingkat pusat ataupun daerah juga membagikan perhatian serius kepada korban selamat, mengingat penderitaan fisik, kerugian ekonomi, serta kehilangan keluarga/kerabat/sahabat akan menyisakan trauma yang mendalam hingga Bisa menurunkan daya hidup mereka.
Dari sisi infrastruktur, pemerintah Jepang menjalankan hal-hal strategis seperti membangun kembali sarana-prasarana umum, merevitalisasi industri/tempat usaha, menyediakan lapangan kerja, serta membagikan perawatan kepada korban yang kemungkinan terkena dampak radiasi nuklir.
Selain hal tersebut diatas, pemerintah Jepang bersama dengan komunitas masyarakat dan bantuan internasional terus berupaya membersihkan dan mengelola sampah (disaster debris) yang Bisa menjadi persoalan baru untuk lingkungan, bagus itu yang bersifat logam, material tak Bisa terurai, barang beracun dan berbahaya, serta material lain yang terbawa gelombang sehingga mengotori ekosistem Bahari.
dengan cara detil, pemerintah Jepang memusatkan upaya di beberapa area kerja dalam proses penanggulangan Bala, antara lain:
Hingga saat ini, tugas kemanusiaan tersebut masih terus berlangsung. Sementara para korban Bala dengan cara perlahan mulai menata kehidupan baru, saling bahu-membahu dalam komunitas masyarakat, dan tetap menjalani hidup dalam harmoni dengan lingkungan tempat tinggal mereka.
Catatan akhir, Jepang telah menunjukkan bahwa meskipun Bala telah mengakibatkan penderitaan fisik, ekonomi, dan emosional, namun mereka mampu cepat bangkit dari keterpurukan melalui kinerja penanganan Bala yang cepat dan efektif. **
Artikel Ekonomi :
Bilamana Bumi Meleleh: hakikat dan dampak global warming
saat Bala Kekeringan Melanda
Belajar dari Penurunan Populasi di Jepang
Perekonomian di Sektor Pertanian: menengok ke negeri sakura
Namun demikian, Jepang terkenal mempunyai manajemen tanggap Bala (disaster management) yang sangat efektif, sehingga selalu cepat dalam menangani korban Bala, mengurangi dampak Bala, serta menjalankan recovery pasca Bala. Oleh karenanya, di artikel ini kita akan mempelajari bagaimana Jepang menerapkan pola disaster management dalam penanggulangan Bala alam. Sebagai rujukan, kita akan melihat kejadian Bala gempa bumi dan tsunami yang melanda beberapa kawasan di Jepang di 11 Maret 2011.
wajib dipahami bahwa disaster management merupakan suatu penataan dan pengelolaan sumberdaya serta tanggungjawab dalam penanganan hal-hal terkait aspek keselamatan manusia, bagus dalam fase kesiagaan, respon, ataupun pemulihan kembali atas kejadian Bala, dengan tujuan untuk meminimalisir dampak negatif yang diakibatkan oleh Bala tersebut (www.ifrc.org).
Konsep-konsep penting dalam disaster management Bisa juga didapatkan dalam Introduction to International Disaster Management, by Damon P. Coppola, 2011.
di 11 Maret 2011 lalu, terjadi Bala alam gempa bumi dengan kekuatan hingga sembilan di skala richter yang disusul dengan gelombang tsunami di kawasan timur Bahari Jepang. Bala ini tercatat menjadi salah satu Bala alam terdahsyat sepanjang sejarah Jepang. Tidak hanya skala Bala aja yang tergolong besar, namun dampak Bala tersebut juga Bisa dikatakan mencengangkan. Tercatat lebih dari 15,000 jiwa menjadi korban Bala alam tersebut, belum termasuk mereka yang hilang disapu gelombang tsunami, serta ratusan bangunan yang luluh lantak rata dengan tanah.
Lebih jauh, gempa bumi yang terjadi di tengah hari tersebut menimbulkan gelombang tsunami yang mencapai ketinggian hingga 40 meter diatas permukaan Bahari. Namun bukan hanya ketinggian gelombang itu yang mengejutkan, melainkan juga jarak gelombang tsunami yang mampu menyapu daratan hingga lebih dari 10 kilometer dari bibir pantai.
Menurut laporan the United Nations Environmental Programme (UNEP), ada tiga perfektur (wilayah setingkat propinsi) yang terkena dampak paling parah, bagus dari jumlah korban meninggal dan hilang, ataupun bangunan yang hancur, yakni Perfektur Miyagi, Fukushima, dan Iwate. Ketiga area tersebut berada dititik terdekat dengan pusat gempa di Samudera Pasifik.
Selain itu, Bala tersebut bukan hanya menyisakan penderitaan dari sisi fisik, ekonomi, ataupun psikis, namun juga membawa dampak buruk karena kebocoran radiasi zat berbahaya (hazardous material) dari instalasi nuklir yang berada di Perfektur Fukushima. Mengingat bahwa dampak radiasi nuklir Bisa berlangsung dari generasi ke generasi, maka pemerintah setempat memastikan pengosongan wilayah hingga radius 20 kilometer dari pembangkit tenaga nuklir tersebut (The United Nations Environmental Programme, Managing post-disaster debris: the Japan experience, June 2012).
Akan akan tetapi, ada satu hal lagi yang tidak kalah mencengangkan dunia dari peristiwa Bala tersebut, yakni respon luar biasa dari pemerintah Jepang bersama-sama dengan elemen masyarakat dalam menangani situasi pasca Bala, menjalankan recovery atas wilayah terdampak Bala, serta mengatasi masalah kesehatan dan kehidupan para korban yang selamat.
Masih menurut UNEP, dalam menghadapi Bala yang terjadi, pemerintah Jepang telah mempersiapkan beberapa langkah penting, yakni:
- Merancang bangunan-bangunan yang tahan gempa. Ini sebagai langkah antisipasi awal apabila terjadi gempa yang muncul sewaktu-waktu
- Merencanakan Anggaran mengenai pemeliharaan lingkungan, seperti perlindungan hutan di pesisir samudera (coastal forests atau hutan mangrove) dan perlindungan awal gelombang tsunami (dengan menempatkan batu-batu pemecah ombak ditepian Bahari untuk mengurangi dampak tsunami). Poin kedua ini juga berperan sebagai langkah pencegahan terhadap gelombang tsunami yang Bisa datang seiring gempa.
- Mengembangkan sistem peringatan dini Bala alam (disaster-early warning system). Ini dimaksudkan supaya semua pihak, mulai dari gugus tugas siaga Bala (disaster task force unit) supaya Bisa merespon dengan cepat, serta masyarakat yang berpotensi menemui dampak Bala supaya cepat mempersiapkan diri untuk berlindung di tempat yang sudah dipersiapkan.
- Mendirikan area perlindungan (shelter) untuk korban terdampak Bala alam.
- membagikan pelatihan rutin kepada masyarakat sebagai respon cepat atas Bala alam yang Bisa datang kapan aja.
- Mengembangkan dengan cara terus-menerus sistem tanggap darurat Bala supaya mampu bekerja dengan cara efektif.
Selanjutnya, menurut laporan the Japanese Red Cross Society, dalam merespon Bala gempa bumi dan tsunami, pemerintah Jepang menerapkan kebijakan yang disebut dengan Basic Policy on Reconstruction, yakni dengan menyediakan dana untuk rekonstruksi pasca Bala hingga dengan periode sepuluh tahun sejak kejadian, sebesar lebih dari ¥ 23 trilliun (setara Rp 2,300 trilliun, dengan asumsi ¥ 1 = Rp 100,-).
Disamping itu, pemerintah di tingkat pusat ataupun daerah juga membagikan perhatian serius kepada korban selamat, mengingat penderitaan fisik, kerugian ekonomi, serta kehilangan keluarga/kerabat/sahabat akan menyisakan trauma yang mendalam hingga Bisa menurunkan daya hidup mereka.
Dari sisi infrastruktur, pemerintah Jepang menjalankan hal-hal strategis seperti membangun kembali sarana-prasarana umum, merevitalisasi industri/tempat usaha, menyediakan lapangan kerja, serta membagikan perawatan kepada korban yang kemungkinan terkena dampak radiasi nuklir.
Selain hal tersebut diatas, pemerintah Jepang bersama dengan komunitas masyarakat dan bantuan internasional terus berupaya membersihkan dan mengelola sampah (disaster debris) yang Bisa menjadi persoalan baru untuk lingkungan, bagus itu yang bersifat logam, material tak Bisa terurai, barang beracun dan berbahaya, serta material lain yang terbawa gelombang sehingga mengotori ekosistem Bahari.
dengan cara detil, pemerintah Jepang memusatkan upaya di beberapa area kerja dalam proses penanggulangan Bala, antara lain:
- Pemulihan cepat (emergency relief), diantaranya dengan mengembalikan kondisi fisik dan psikis para korban selamat. Dalam pelaksanaannya terdapat ratusan tim medis yang siap siaga membantu upaya pemulihan para korban Bala.
- Pelayanan dan infrastruktur kesehatan, terutama untuk para lansia yang menjadi kelompok paling rentan terganggu kesehatannya pasca Bala. Hal ini diupayakan dengan mendirikan klinik dan pusat kesehatan di beberapa wilayah disekitar area Bala.
- Penanganan korban terdampak kebocoran instalasi nuklir, yakni melalui Investigasi dan monitoring terhadap korban yang kemungkinan menemui masalah karena radiasi nuklir.
- Perbaikan kondisi hidup korban gempa melalui penguatan komunitas masyarakat, sehingga tercipta ikatan batin yang kuat di antara para korban supaya Bisa menjalani kehidupan pasca Bala dengan cara bersama-sama.
- Penyediaan fasilitas kesejahteraan sosial, meliputi alat-alat kebutuhan rumah tangga, perlengkapan hidup sehari-hari, makanan bergizi, serta bantuan layanan kepada para manula.
- Penyediaan fasilitas pendidikan untuk anak-anak, yakni dengan menyediakan sarana pendidikan untuk anak-anak supaya Bisa tumbuh dan berkembang seperti sediakala. Selain itu disediakan juga taman bermain didalam ruang (indoor playground), sehingga anak-anak Bisa bermain dengan aman dan nyaman bersama dengan teman-teman mereka.
- Pengembangan sistem tanggap Bala berbasiskan komunitas, yakni dengan mendirikan pusat siaga Bala disetiap kota administratif (municipal).
- Pengembangan sistem tanggap Bala di tingkat nasional untuk mengkoordinasikan bantuan kepada korban Bala supaya Bisa berjalan dengan cepat dan efisien.
Hingga saat ini, tugas kemanusiaan tersebut masih terus berlangsung. Sementara para korban Bala dengan cara perlahan mulai menata kehidupan baru, saling bahu-membahu dalam komunitas masyarakat, dan tetap menjalani hidup dalam harmoni dengan lingkungan tempat tinggal mereka.
Catatan akhir, Jepang telah menunjukkan bahwa meskipun Bala telah mengakibatkan penderitaan fisik, ekonomi, dan emosional, namun mereka mampu cepat bangkit dari keterpurukan melalui kinerja penanganan Bala yang cepat dan efektif. **
Artikel Ekonomi :
Bilamana Bumi Meleleh: hakikat dan dampak global warming
saat Bala Kekeringan Melanda
Belajar dari Penurunan Populasi di Jepang
Perekonomian di Sektor Pertanian: menengok ke negeri sakura
Subscribe Our Newsletter
Belum ada Komentar untuk "Mengenal Disaster Management, Melihat Tips Jepang Menangani Bencana Alam Yang wajib Kita Baca"
Posting Komentar